LIFE stories
Thursday, October 16, 2014
SELALU ADA HAL BAIK
Rick Warren, penulis buku Purpose Driven Life, mengalami dua hal
bertolak belakang. Ia sukses besar karena bukunya tercetak hingga 15
juta eksemplar. Bersamaan dengan itu, hatinya hancur karena
istrinya, Kay, diserang kanker. Menyikapi dua hal ini, Rick berkata,
"Saya terbiasa berpikir bahwa hidup adalah deretan gunung dan
lembah. Kita berjalan melalui saat-saat gelap, mencapai puncak
gunung, kemudian kembali lagi, begitu terus-menerus. Kini saya tidak
percaya itu lagi. Hidup ini lebih seperti dua jalur kereta api yang
menyatu di ujung, dan di sepanjang waktu Anda akan menjumpai hal
baik dan juga hal buruk. Sebanyak apa pun hal baik yang Anda terima,
Anda tetap akan menghadapi hal buruk yang mesti diatasi. Sebaliknya,
seburuk apa pun hidup yang Anda jalani, selalu ada hal baik yang
dapat disyukuri."
Hal baik dan buruk kerap kali dapat Tuhan jadikan sarana untuk
mendisiplinkan kita. Sebagai pemilik kebun anggur, Dia menginginkan
tanaman-Nya berbuah banyak . Untuk sampai ke tahap itu,
Pemilik kebun anggur akan memotong ranting yang tak berbuah dan
membersihkan yang berbuah. Setiap kita akan mengalami proses
tersebut untuk menghasilkan kualitas yang sepadan.
Tuhan mendisiplinkan kita supaya kita berbuah banyak. Situasi buruk
semestinya tidak melemahkan kita. Malah, dengan keyakinan, kita bisa
berkata bahwa Tuhan tidak pernah berhenti dengan kita—terus
memproses kita. Sudahkah kita rela didisiplin oleh Allah, supaya
kita makin memuliakan-Nya? --Samuel Yudi S
BERTOBAT BERARTI MEMILIH
UNTUK KEMBALI MENGIKUTI PIMPINAN ALLAH.
Monday, October 06, 2014
"Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik,teranglah seluruh tubuhmu" (Matthew 6:22).
Di dinding bekas tempat kamp konsentrasi tentara Nazi tergores
tulisan berikut ini:
Aku percaya akan matahari, meski ia tak sedang bersinar
Aku percaya akan kasih, meski di saat ia tak sedang diperagakan
Aku percaya akan Tuhan, meski di kala Dia sedang tak berbicara
Mengharukan. Sekaligus menguatkan. Menyingkapkan pergumulan iman
yang sukar dan berat, namun teguh. Si penulis melakukan pilihan yang
berat, namun benar. Ia memilih untuk melihat yang tak terlihat.
Itulah iman. Bagaimana dengan Anda? Kala duka melanda, mata Anda
sedang memandang ke mana: lukamu atau Tuhanmu, Sang Penyembuh luka
itu? --Pipi A Dhali
IMAN MELAMPAUI MATA JASMANI KITA,
MENGARAHKAN PANDANGAN PADA YANG KEKAL.
Di dinding bekas tempat kamp konsentrasi tentara Nazi tergores
tulisan berikut ini:
Aku percaya akan matahari, meski ia tak sedang bersinar
Aku percaya akan kasih, meski di saat ia tak sedang diperagakan
Aku percaya akan Tuhan, meski di kala Dia sedang tak berbicara
Mengharukan. Sekaligus menguatkan. Menyingkapkan pergumulan iman
yang sukar dan berat, namun teguh. Si penulis melakukan pilihan yang
berat, namun benar. Ia memilih untuk melihat yang tak terlihat.
Itulah iman. Bagaimana dengan Anda? Kala duka melanda, mata Anda
sedang memandang ke mana: lukamu atau Tuhanmu, Sang Penyembuh luka
itu? --Pipi A Dhali
IMAN MELAMPAUI MATA JASMANI KITA,
MENGARAHKAN PANDANGAN PADA YANG KEKAL.
DESA POTEMKIN
Pada 1787 di Rusia, Gubernur Gregory Potemkin mendapatkan tugas
untuk membangun kembali wilayah yang hancur karena peperangan dan
mengembalikan orang Rusia untuk tinggal di sana. Ketika Rusia hendak
berperang melawan Kesultanan Ottoman, Ratu Catherine II dan para
pejabat mengunjungi wilayah Potemkin. Untuk memberi kesan bahwa
wilayah itu sudah sukses dibangun kembali, Potemkin membangun "desa"
palsu di sepanjang Sungai Dnieper. Ia juga menyamar menjadi petani
yang tinggal di situ. Ketika rombongan Ratu sudah pergi, "desa" tadi
dibongkar kembali dalam waktu semalam.
Pada masa kini, bisa saja kita melakukan hal yang sama:
menyembunyikan kebusukan hati dengan cara melakukan beragam kebaikan
yang kasat mata,Padahal, hati mereka penuh kemunafikan dan kedurjanaan.
Dengan demikian, segala perbuatan baik tadi menjadi seperti Desa Potemkin
Yang digunakan untuk menutupi ketidakberesan.
Sebagai orang percaya, kita sepatutnya melakukan
segala kebaikan yang dilihat orang tanpa melupakan pentingnya
menjaga kemurnian hati. --Theofilus Yuli S
KEBAIKAN SEJATI SELALU DISERTAI DENGAN KEMURNIAN HATI.
untuk membangun kembali wilayah yang hancur karena peperangan dan
mengembalikan orang Rusia untuk tinggal di sana. Ketika Rusia hendak
berperang melawan Kesultanan Ottoman, Ratu Catherine II dan para
pejabat mengunjungi wilayah Potemkin. Untuk memberi kesan bahwa
wilayah itu sudah sukses dibangun kembali, Potemkin membangun "desa"
palsu di sepanjang Sungai Dnieper. Ia juga menyamar menjadi petani
yang tinggal di situ. Ketika rombongan Ratu sudah pergi, "desa" tadi
dibongkar kembali dalam waktu semalam.
Pada masa kini, bisa saja kita melakukan hal yang sama:
menyembunyikan kebusukan hati dengan cara melakukan beragam kebaikan
yang kasat mata,Padahal, hati mereka penuh kemunafikan dan kedurjanaan.
Dengan demikian, segala perbuatan baik tadi menjadi seperti Desa Potemkin
Yang digunakan untuk menutupi ketidakberesan.
Sebagai orang percaya, kita sepatutnya melakukan
segala kebaikan yang dilihat orang tanpa melupakan pentingnya
menjaga kemurnian hati. --Theofilus Yuli S
KEBAIKAN SEJATI SELALU DISERTAI DENGAN KEMURNIAN HATI.
Wednesday, July 23, 2014
FILOSOFI POHON KARET
Apa yang paling berharga dari pohon karet? Getahnya! Dari getah
tersebut rupa-rupa manfaat dinikmati umat manusia: karet gelang,
bola, dan ban mobil adalah contoh benda-benda yang dibuat dengan
bahan dasar karet. Seorang kawan dari Belanda pernah berkisah bahwa
saat Perang Dunia II, Belanda kehilangan Hindia Belanda (sebagai
wilayah jajahan) dan seluruh hasil buminya, termasuk karet. Konon,
karena sama sekali tidak ada karet, sebagian orang terpaksa membuat
roda sepeda dari kayu.
Guna mendapatkan getah yang berharga itu kita harus "melukai" pohon
dengan menyayat batangnya. Dari hasil "luka" tersebut, keluarlah
getah yang sangat besar manfaatnya. Agar memperoleh hasil yang
berkelanjutan, proses "melukai" batang pun dilakukan terus-menerus.
Inilah filosofi pohon karet: dilukai, tetapi malah mengeluarkan hal
yang berharga. Demikian pula seharusnya sikap hati umat kristiani.
Paulus telah meneladankannya dengan sangat baik. Ketika dimaki, kita
memberkati; ketika dianiaya, kita sabar; ketika difitnah, kita
menjawab dengan ramah. Betapa elok jika sikap ini dapat dipancarkan
oleh setiap kita yang percaya kepada-Nya.
Ketika dilukai, mari belajar melepaskan pengampunan, bukan dendam
dan dengki. Belajar dari pohon karet, saat dilukai, kita justru bisa
mengeluarkan hal-hal yang berharga: berkat, ucapan ramah, kesabaran
dan sebagainya. Maukah Anda memulainya? --Viona Wijaya
Apa yang paling berharga dari pohon karet? Getahnya! Dari getah
tersebut rupa-rupa manfaat dinikmati umat manusia: karet gelang,
bola, dan ban mobil adalah contoh benda-benda yang dibuat dengan
bahan dasar karet. Seorang kawan dari Belanda pernah berkisah bahwa
saat Perang Dunia II, Belanda kehilangan Hindia Belanda (sebagai
wilayah jajahan) dan seluruh hasil buminya, termasuk karet. Konon,
karena sama sekali tidak ada karet, sebagian orang terpaksa membuat
roda sepeda dari kayu.
Guna mendapatkan getah yang berharga itu kita harus "melukai" pohon
dengan menyayat batangnya. Dari hasil "luka" tersebut, keluarlah
getah yang sangat besar manfaatnya. Agar memperoleh hasil yang
berkelanjutan, proses "melukai" batang pun dilakukan terus-menerus.
Inilah filosofi pohon karet: dilukai, tetapi malah mengeluarkan hal
yang berharga. Demikian pula seharusnya sikap hati umat kristiani.
Paulus telah meneladankannya dengan sangat baik. Ketika dimaki, kita
memberkati; ketika dianiaya, kita sabar; ketika difitnah, kita
menjawab dengan ramah. Betapa elok jika sikap ini dapat dipancarkan
oleh setiap kita yang percaya kepada-Nya.
Ketika dilukai, mari belajar melepaskan pengampunan, bukan dendam
dan dengki. Belajar dari pohon karet, saat dilukai, kita justru bisa
mengeluarkan hal-hal yang berharga: berkat, ucapan ramah, kesabaran
dan sebagainya. Maukah Anda memulainya? --Viona Wijaya
Thursday, June 02, 2011
Arti Menghargai Orang Lain
Seorang akademisi muda yang cerdas membuat aplikasi untuk posisi manajerial disebuah perusahaan besar. Dia lulus pada interview tahap pertama, dan tahap selanjutnya adalah interview dengan jajaran direksi. Sang direktur menemukan prestasi-prestasi cemerlang dalam CV anak muda tersebut. Sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi, anak muda tersebut selalu mendapat peringkat pertama. Melihat prestasi-prestasi tersebut, sang direktur pun bertanya: "Apakah Anda menerima beasiswa semasa sekolah dan kuliah?" Anak muda itu menjawab : "Tidak pak....!" Direktur bertanya lagi : "Apakah ayah Anda yang membayar biaya sekolah Anda?". Anak muda itu menjawab : "Ayah saya telah meninggal dunia ketika saya baru berumur satu tahun. Seluruh biaya sekolah saya dibayarkan oleh Ibu saya.." Lalu Direktur bertanya lagi : "Di mana ibumu bekerja?" Dan anak muda itu menjawab : "Ibu saya bekerja sebagai seorang pencuci pakaian..." Direktur itu meminta anak muda tersebut untuk menunjukkan tangannya. Dan anak muda itu memperlihatkan kedua tangannya yang sempurna dengan telapak tangan yang sangat halus. Melihat itu Direktur bertanya lagi : "Pernahkah Anda membantu ibu Anda mencuci pakaian sebelumnya?" Anak muda itu menjawab : "Tidak pernah pak. Ibu saya selalu menginginkan saya belajar dan membaca banyak buku. Lagi pula, Ibu mencuci baju jauh lebih cepat ketimbang saya". Direktur tersebut kemudian berkata : "Saya punya satu permintaan. Sekarang anda pulang dan ketika nanti anda sampai di rumah, cuci dan bersihkan tangan ibumu, kemudian temui saya besok pagi". Anak muda tersebut merasa kesempatannya mendapat pekerjaan tersebut sangat besar. Karena itu ketika dia sampai di rumah, dengan begitu gembira ia meminta izin kepada ibunya agar ia boleh mencuci tangan beliau. Ibunya merasa sedikit asing, aneh, juga bahagia dan perasaan-perasaan lainnya bercampur jadi satu. Sang Ibu kemudian memberikan kedua tangannya kepada sang anak. Lalu anak muda tersebut membersihkan tangan Sang Ibu dengan perlahan. Airmatanya mulai menetes saat itu. Ini pertama kalinya ia menyadari bahwa tangan ibunya sudah penuh dengan kerutan, dan terdapat banyak memar dan kapalan di sana sini . Beberapa memar sepertinya terasa begitu sakit, sampai-sampai Sang Ibu menggigil ketika memar tersebut dibersihkan. Ini pertama kalinya anak muda tersebut menyadari bahwa kedua tangan yang sedang dibersihkan inilah yang digunakan Sang Ibu setiap hari untuk mencuci pakaian banyak orang, sehingga Sang Ibu dapat membiayai biaya sekolah anaknya. Memar-memar dan kapalan yang ada di tangan Sang Ibu adalah harga yang harus dibayar atas kelulusan anak tersebut, atas prestasinya yang luar biasa, dan untuk masa depannya. Setelah selesai mencuci tangan Sang Ibu, anak muda tersebut diam-diam mencuci sisa baju yang belum sempat dicuci oleh ibunya. Dan malam itu, anak dan ibu tersebut berbincang sangat lama sekali. Besok paginya, anak muda tersebut bergegas menemui sang direktur. Direktur tersebut menangkap airmata di wajah anak muda tersebut. Ia pun kemudian bertanya : "Bisa Anda ceritakan apa yang telah Anda lakukan kemarin dan apa pelajaran yang Anda dapat dari sana ?" Anak muda tersebut menjawab : "Saya mencuci tangan Ibu saya, dan kemudian saya menyelesaikan sisa cucian Ibu yang belum tercuci ". "Tolong ceritakan perasaan Anda ketika itu" ujar Direktur lagi Lalu anak muda itu menjawab : " Pertama, saya sekarang tahu apa arti apresiasi. Tanpa ibu saya, tidak akan pernah ada seorang saya hari ini. Kedua, saya baru menyadari betapa sulit dan beratnya Ibu menjalani pekerjaannya. Dan dengan bekerja membantu Ibu, ternyata pekerjaan itu dapat meringankan beban Ibu. Ketiga, saya datang hari ini untuk mengapresiasi betapa penting dan bernilainya hubungan keluarga". Mendengar itu lalu Direktur tersebut berkata : "Inilah yang saya cari dari seorang calon manager. Saya ingin merekrut seseorang yang dapat mengapresiasi dan menghargai bantuan orang lain, seseorang yang tahu persis perjuangan orang lain untuk mengerjakan sesuatu, dan seseorang yang tidak akan menempatkan uang sebagai tujuan hidup satu-satunya. Oleh karena itu mulai hari ini anda diterima bekerja disini...!". Ratih Junisari Mangiwa"Winning horse doesn't know why it runs the race. It runs because of beats & pain.Life is a race, God is your rider. So if u are in a pain, then think,God want You to win" (^&^)v Save a tree. Don't print this e-mail unless it's really necessary |
Tuesday, April 19, 2011
Hal-hal kecil
Pada hari pernikahanku, aku menggendong istriku. Mobil pengantin berhenti di depan apartment kami. Teman-teman memaksaku menggendong istriku keluar dari mobil. Lalu aku menggendongnya ke rumah kami. Dia tersipu malu-malu. Saat itu, aku adalah seorang pengantin pria yang kuat dan bahagia. Ini adalah kejadian 10 tahun yang lalu. Hari-hari berikutnya berjalan biasa. Kami memiliki seorang anak, aku bekerja sebagai pengusaha dan berusaha menghasilkan uang lebih. Ketika aset-aset perusahaan meningkat, kasih sayang diantara aku dan istriku seperti mulai menurun. Istriku seorang pegawai pemerintah. Setiap pagi kami pergi bersama dan pulang hampir di waktu yang bersamaan. Anak kami bersekolah di sekolah asrama. Kehidupan pernikahan kami terlihat sangat bahagia, namun kehidupan yang tenang sepertinya lebih mudah terpengaruh oleh perubahan-perubahan yang tak terduga. Lalu Jane datang ke dalam kehidupanku. Hari itu hari yang cerah. Aku berdiri di balkon yang luas. Jane memelukku dari belakang. Sekali lagi hatiku seperti terbenam di dalam cintanya. Apartment ini aku belikan untuknya. Lalu Jane berkata, "Kau adalah laki-laki yang pandai memikat wanita." Kata-katanya tiba-tiba mengingatkan ku pada istriku. Ketika kami baru menikah, istriku berkata "Laki-laki sepertimu, ketika sukses nanti, akan memikat banyak wanita." Memikirkan hal ini, aku menjadi ragu-ragu. Aku tahu, aku telah mengkhianati istriku. Aku menyampingkan tangan Jane dan berkata, "Kamu perlu memilih beberapa furnitur, ok? Ada yang perlu aku lakukan di perusahaan." Dia terlihat tidak senang, karena aku telah berjanji akan menemaninya melihat-lihat furnitur. Sesaat, pikiran untuk bercerai menjadi semakin jelas walaupun sebelumnya tampak mustahil. Bagaimanapun juga, akan sulit untuk mengatakannya pada istriku. Tidak peduli selembut apapun aku mengatakannya, dia akan sangat terluka. Sejujurnya, dia adalah seorang istri yang baik. Setiap malam, dia selalu sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk di depan televisi. Makan malam akan segera tersedia. Kemudian kami menonton TV bersama. Hal ini sebelumnya merupakan hiburan bagiku. Suatu hari aku bertanya pada istriku dengan bercanda, "Kalau misalnya kita bercerai, apa yang akan kamu lakukan?" Dia menatapku beberapa saat tanpa berkata apapun. Kelihatannya dia seorang yang percaya bahwa perceraian tidak akan datang padanya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksinya ketika nanti dia tahu bahwa aku serius tentang ini. Ketika istriku datang ke kantorku, Jane langsung pegi keluar. Hampir semua pegawai melihat istriku dengan pandangan simpatik dan mencoba menyembunyikan apa yang sedang terjadi ketika berbicara dengannya. Istriku seperti mendapat sedikit petunjuk. Dia tersenyum dengan lembut kepada bawahan-bawahanku. Tapi aku melihat ada perasaan luka dimatanya. Sekali lagi, Jane berkata padaku, "Sayang, ceraikan dia, ok? Lalu kita akan hidup bersama." Aku mengangguk. Aku tahu aku tidak bisa ragu-ragu lagi. Ketika aku pulang malam itu, istriku sedang menyiapkan makan malam. Aku menggemgam tangannya dan berkata, " Ada yang ingin aku bicarakan."Dia kemudian duduk dan makan dalam diam. Lagi, aku melihat perasaan luka dari matanya. Tiba-tiba aku tidak bisa membuka mulutku. Tapi aku harus tetap mengatakan ini pada istriku. Aku ingin bercerai. Aku memulai pembicaraan dengan tenang. Dia seperti tidak terganggu dengan kata-kataku, sebaliknya malah bertanya dengan lembut, "Kenapa?" Aku menghindari pertanyaannya. Hal ini membuatnya marah. Dia melempar sumpit dan berteriak padaku, "Kamu bukan seorang pria!" Malam itu, kami tidak saling bicara. Dia menangis. Aku tahu, dia ingin mencari tahu apa yang sedang terjadi di dalam pernikahan kami. Tapi aku sulit memberikannya jawaban yang memuaskan, bahwa hatiku telah memilih Jane. Aku tidak mencintainya lagi. Aku hanya mengasihaninya! Dengan perasaan bersalah, aku membuat perjanjian perceraian yang menyatakan bahwa istriku bisa memiliki rumah kami, mobil kami dan 30% aset perusahaanku. Dia melirik surat itu dan kemudian merobek-robeknya. Wanita yang telah menghabiskan 10 tahun hidupnya denganku telah menjadi seorang yang asing bagiku. Aku menyesal karena telah menyia-nyiakan waktu, daya dan tenaganya tapi aku tidak bisa menarik kembali apa yang telah aku katakan karena aku sangat mencintai Jane. Akhirnya istriku menangis dengan keras di depanku, yang telah aku perkirakan sebelumnya. Bagiku, tangisannya adalah semacam pelepasan. Pikiran tentang perceraian yang telah memenuhi diriku selama beberapa minggu belakangan, sekarang menjadi tampak tegas dan jelas. Hari berikutnya, aku pulang terlambat dan melihat istriku menulis sesuatu di meja makan. Aku tidak makan malam, tapi langsung tidur dan tertidur dengan cepat karena telah seharian bersama Jane. Ketika aku terbangun, istriku masih disana, menulis. Aku tidak mempedulikannya dan langsung kembali tidur. Paginya, dia menyerahkan syarat perceraiannya: Dia tidak menginginkan apapun dariku, hanya menginginkan perhatian selama sebulan sebelum perceraian. Dia meminta dalam 1 bulan itu kami berdua harus berusaha hidup sebiasa mungkin. Alasannya sederhana : Anak kami sedang menghadapi ujian dalam sebulan itu, dan dia tidak mau mengacaukan anak kami dengan perceraian kami. Aku setuju saja dengan permintaannya. Namun dia meminta satu lagi, dia memintaku untuk meingat bagaimana menggendongnya ketika aku membawanya ke kamar pengantin, di hari pernikahan kami. Dia memintanya selama 1 bulan setiap hari, aku menggendongnya keluar dari kamar kami, ke pintu depan setiap pagi. Aku pikir dia gila. Aku menerima permintaannya yang aneh karena hanya ingin membuat hari-hari terakhir kebersamaan kami lebih mudah diterima olehnya. Aku memberi tahu Jane tentang syarat perceraian dari istriku. Dia tertawa keras dan berpikir bahwa hal itu berlebihan. "Trik apapun yang dia gunakan, dia harus tetap menghadapi perceraian!", kata Jane, dengan nada menghina. Istriku dan aku sudah lama tidak melakukan kontak fisik sejak keinginan untuk bercerai mulai terpikirkan olehku. Jadi, ketika aku menggendongnya di hari pertama, kami berdua tampak canggung. Anak kami tepuk tangan di belakang kami. Katanya, "Papa menggendong mama!" Kata- katanya membuat ku merasa terluka. Dari kamar ke ruang tamu, lalu ke pintu depan, aku berjalan sejauh 10 meter, dengan dirinya dipelukanku. Dia menutup mata dan berbisik padaku, "Jangan bilang anak kita mengenai perceraian ini." Aku mengangguk, merasa sedih. Aku menurunkannya di depan pintu. Dia pergi untuk menunggu bus untuk bekerja. Aku sendiri naik mobil ke kantor. Hari kedua, kami berdua lebih mudah bertindak. Dia bersandar di dadaku. Aku bisa mencium wangi dari pakaiannya. Aku tersadar, sudah lama aku tidak sungguh-sungguh memperhatikan wanita ini. Aku sadar dia sudah tidak muda lagi, ada garis halus di wajahnya, rambutnya memutih. Pernikahan kami telah membuatnya susah. Sesaat aku terheran, apa yang telah aku lakukan padanya. Hari keempat, ketika aku menggendongnya, aku merasa rasa kedekatan seperti kembali lagi. Wanita ini adalah seorang yang telah memberikan 10 tahun kehidupannya padaku. Hari kelima dan keenam, aku sadar rasa kedekatan kami semakin bertumbuh. Aku tidak mengatakan ini pada Jane. Seiring berjalannya waktu semakin mudah menggendongnya. Mungkin karena aku rajin berolahraga membuatku semakin kuat. Satu pagi, istriku sedang memilih pakaian yang dia ingin kenakan. Dia mencoba beberpa pakaian tapi tidak menemukan yang pas. Kemudian dia menghela nafas, "Pakaianku semua jadi besar." Tiba-tiba aku tersadar bahwa dia telah menjadi sangat kurus. Ini lah alasan aku bisa menggendongnya dengan mudah. Tiba-tiba aku terpukul. Dia telah memendam rasa sakit dan kepahitan yang luar biasa di hatinya. Tanpa sadar aku menyentuh kepalanya. Anak kami datang saat itu dan berkata, "Pa, sudah waktunya menggendong mama keluar." Bagi anak kami, melihat ayahnya menggendong ibunya keluar telah menjadi arti penting dalam hidupnya. Istriku melambai pada anakku untuk mendekat dan memeluknya erat. Aku mengalihkan wajahku karena takut aku akan berubah pikiran pada saat terakhir. Kemudian aku menggendong istriku, jalan dari kamar, ke ruang tamu, ke pintu depan. Tangannya melingkar di leherku dengan lembut. Aku menggendongnya dengan erat, seperti ketika hari pernikahan kami. Tapi berat badannya yang ringan membuatku sedih. Pada hari terakhir, ketika aku menggendongnya, sulit sekali bagiku untuk bergerak. Anak kami telah pergi ke sekolah. Aku menggendongnya dengan erat dan berkata, "Aku tidak memperhatikan kalau selama ini kita kurang kedekatan." Aku pergi ke kantor, keluar cepat dari mobil tanpa mengunci pintunya. Aku takut, penundaan apapun akan mengubah pikiranku. Aku jalan keatas, Jane membuka pintu dan aku berkata padanya, "Maaf, Jane, aku tidak mau perceraian." Dia menatapku, dengan heran menyentuh keningku. "Kamu demam?", tanyanya. Aku menyingkirkan tangannya dari kepalaku. "Maaf, Jane, aku bilang, aku tidak akan bercerai." Kehidupan pernikahanku selama ini membosankan mungkin karena aku dan istriku tidak menilai segala detail kehidupan kami, bukan karena kami tidak saling mencintai. Sekarang aku sadar, sejak aku menggendongnya ke rumahku di hari pernikahan kami, aku harus terus menggendongnya sampai maut memisahkan kami. Jane seperti tiba-tiba tersadar. Dia menamparku keras kemudian membanting pintu dan lari sambil menangis. Aku turun dan pergi keluar. Di toko bunga, ketika aku berkendara pulang, aku memesan satu buket bunga untuk istriku. Penjual menanyakan padaku apa yang ingin aku tulis di kartunya. Aku tersenyum dan menulis, aku akan menggendongmu setiap pagi sampai maut memisahkan kita. Sore itu, aku sampai rumah, dengan bunga di tanganku, senyum di wajahku, aku berlari ke kamar atas, hanya untuk menemukan istriku terbaring di tempat tidur - meninggal. Istriku telah melawan kanker selama berbulan-bulan dan aku terlalu sibuk dengan Jane sampai tidak memperhatikannya. Dia tahu dia akan segera meninggal, dan dia ingin menyelamatku dari reaksi negatif apapun dari anak kami, seandainya kami jadi bercerai. -- Setidaknya, di mata anak kami --- aku adalah suami yang penyayang. Hal-hal kecil di dalam kehidupanmu adalah yang paling penting dalam suatu hubungan. Bukan rumah besar, mobil, properti atau uang di bank. Semua ini menunjang kebahagian tapi tidak bisa memberikan kebahagian itu sendiri. Jadi, carilah waktu untuk menjadi teman bagi pasanganmu, dan lakukan hal-hal yang kecil bersama-sama untuk membangun kedekatan itu. Miliki pernikahan yang sungguh-sungguh dan bahagia. Ratih Junisari Mangiwa"Winning horse doesn't know why it runs the race. It runs because of beats & pain.Life is a race, God is your rider. So if u are in a pain, then think,God want You to win" (^&^)v Save a tree. Don't print this e-mail unless it's really necessary |
Sunday, December 12, 2010
"Kalau Ada Waktu" buat anak-anak
Malam ini nampaknya akan jadi salah satu malam tersibuk, karena saya harus menyelesaikan finishing 4 buku di satu malam di rumah. Segala rencana sudah disiapkan, jam berapa sampai jam berapa mengerjakan yang mana dan seterusnya sehingga sebelum tengah malam bisa selesai. Begitu rencananya. Tiba tiba si bungsu Adam datang dan minta ditemani untuk melatih speed lari menggunakan treadmill. Karena memang pelatih bola menganjurkan Adam berlatih speed, saya menemani Adam latihan, meninggalkan kerja. Saya tidak mau menunda, mumpung ia sedang semangat dan untuk jaga momentum. Sesekali saya perhatikan waktu, nampaknya masih cukup. Setelah selesai dan sama-sama kelelahan, saya mulai duduk depan komputer dan siap bekerja mengejar target. Belum lama berselang, setelah mengganti bajunya yang basah kuyup, Adam datang lagi ke kamar kerja, kali ini minta diajarkan matematika, pecahan, desimal, persen, dll. Sekali lagi saya tunda kerja, dan coba menerangkan sebaik mungkin cara mudah agar Adam bisa mengerti. Sesekali saya perhatikan waktu, nampaknya masih bisa dikejar. Belum selesai menemani Adam belajar, kali ini si sulung Salsa datang. Ia mengajak diskusi tentang proyek presentasinya atau proyek workshop dari sekolah. Kami berdiskusi cukup lama, apakah sebaiknya menggunakan power point atau movie maker, bagaimana menentukan tema dan angle menarik dari workshopnya. Selama diskusi, Adam sesekali menyelak untuk bertanya soal-soal matematika yang tidak dimengertinya. Tanpa terasa (sebenarnya terasa sih), waktu sudah menjelang tengah malam, dan anak-anak harus tidur, dan tidak satupun pekerjaan yang harus saya kerjakan sempat terpegang. Nampaknya semua rencana tidak berjalan. Dan saya mengantarkan anak-anak tidur. Maklumlah, ibunya anak-anak sedang di luar kota, jadi malam ini saya urus anak-anak. Selepas mereka tidur, saya baru bisa mulai bekerja dan tidak tidur sampai subuh. Ada saat rasanya ingin mengatakan, "Please I'm busy" atau " Saya sedang sibuk, jangan diganggu!" dsb Tapi saya memilih untuk membiarkan anak-anak mengganggu saya bekerja. Seringkali orang tua berkata "Saya sibuk" ketika diganggu anak-anaknya. Bahkan ada yang marah ketika diganggu saat bekerja di rumah. Daripada menolak keinginan anak yang membutuhkan waktu saya, saya memilih untuk menunda waktu kerja untuk anak-anak dan mengorbankan waktu tidur sebagai gantinya. Kenapa? Karena rasanya tidak fair, waktu siang kita bekerja anak-anak sudah tidak bisa bertemu, dan ketika malam pun pekerjaan mengambil waktu anak-anak kita. Saya selalu ingat "Why" Salah satu alasan kenapa saya harus bekerja, harus lembur mengejar target kerja adalah agar anak-anak lebih sejahtera dan bahagia. Agar ketika sejahtera, saya punya waktu bebas bersama anak-anak. Jadi tidak fair rasanya kalau saya harus korbankan anak-anak karena sesuatu yang saya lakukan untuk MEREKA juga. Karena anak-anak adalah "WHY" atau salah satu alasan saya bekerja, jadi saya tidak mau membalik mengorbankan mereka karena pekerjaaan. Tapi ini bukan berarti Anda tidak bekerja profesional. Saya tetap mengejar target, hanya saja saya korbankan waktu tidur, bukan waktu bersama anak-anak. Kadang-kadang memang harus demikian. Salah satu yang paling dibutuhkan anak dari orang tua adalah "WAKTU" Paling ideal adalah memberikan KWANTITAS dan KUALITAS WAKTU. Kalaupun belum sanggup minimal KUALITAS WAKTU. Waktu berkualitas adalah PERHATIAN. Di antara kebutuhan waktu tersebut ada yang disebut MOMENTUM. Hadiah waktu terbaik adalah MOMENTUM yang TEPAT. Dan MOMENTUM yang tepat adalah saat mereka MEMBUTUHKAN. Kapan saat anak-anak membutuhkan ORANG TUA, ya saat mereka meminta dan datang kepada kita. Karena itulah saya sering meninggalkan kesibukan jika MOMENTUM kebutuhan anak datang. Karena HADIAH terbaik adalah hadiah yang diberikan saat dibutuhkan. Seringkali dalam seminar dan workshop motivasi saya tekankan: "Segeralah kaya ketika muda. Segeralah sejahtera ketika anak-anak masih kecil" Kenapa? Karena mereka butuh waktu kita ya saat mereka masih kecil. Jangan tunggu punya kebebasan waktu ketika pensiun, atau makmur ketika tua. Karena ketika tua mereka sudah punya teman, sudah punya organisasi dan sudah sibuk dengan dirinya sendiri. Jangan disaat mereka sudah matang dan sibuk kita malah mengganggu mereka. Apalagi kalau menunggu tua baru punya waktu, mungkin kesehatan kita juga sudah parah. Karena itu, BUAT WAKTU untuk anak anak. Jangan KALAU ADA WAKTU. Kalau kesejahteraan finansial belum cukup maka berikan WAKTU. Waktu yang Anda miliki, dengan waktu yang dimiliki orang terkaya di dunia jumlahnya sama, 24 jam sehari. Gunakan kekuatan WAKTU untuk membahagiakan anak. Jangan katakan KALAU ADA waktu, karena SELALU SAJA ADA KESIBUKAN. Waktu HARUS DISEDIAKAN, dan DISIAPKAN dan DIJATAHKAN untuk anak-anak kita. (Wisdom Diary) Ratih Junisari Mangiwa"Winning horse doesn't know why it runs the race. It runs because of beats & pain.Life is a race, God is your rider. So if u are in a pain, then think,God want You to win" (^&^)v Save a tree. Don't print this e-mail unless it's really necessary |
Subscribe to:
Posts (Atom)